Sabtu, 26 April 2008

Good Governance Sektor Pelayanan Publik, Prasyarat Membangun Industri Berdaya Saing

Oleh: Mas Achmad Daniri*


Kebijakan industrial yang lebih difokuskan pada keunggulan kompetitif nasional, menjadi tantangan yang krusial bagi Pemerintah. Implementasi kebijakan ini akan membuktikan komitmen Pemerintah terhadap penciptaan lapangan kerja dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Kalangan pengusaha meyakini tidak sulit bagi Pemerintah untuk memperbaiki daya saing apabila ada kemauan keras memangkas praktek ekonomi biaya tinggi. Problem saat ini, justru sebagian industri malah semakin tenggelam dalam masalah pasokan bahan baku, kekurangan energi, dan praktek ekonomi biaya tinggi.


Perkembangan industri di Indonesia pernah menjadi primadona sebelum krisis (tahun 1998). Prestasi puncak sebelum krisis, ekonomi Indonesia di persepsikan investor sebagai kandidat Macan Asia. Dengan sumberdaya alam yang berlimpah, populasi nomor 4 di dunia, tenaga kerja yang kompetitif, juga didukung oleh infrastruktur yang sedang berkembang, pada masa itu, perekonomian Indonesia memberikan daya tarik untuk mengundang investasi.


Memang ironis, pertumbuhan industri yang mulai merangkak menuju perbaikan pasca krisis 1998, justru kembali melemah di tahun 2006 setelah Pemerintah menaikkan harga BBM hingga 126 % pada Oktober 2005. Akar permasalahan didalam membangun industri sebenarnya ditentukan oleh seberapa besar ‘gross margin’ yang bisa diciptakan melalui perbaikan iklim usaha dan daya saing. Kebijakan untuk meningkatkan ‘gross margin’ sudah dan sedang dilakukan, namun eksekusi pada tataran implementasinya masih terlihat kurang memadai. Perlu ada kebijakan Pemerintah yang terintegrasi yang terkait dengan kebijakan industri dan perdagangan, kebijakan moneter dan fiskal, serta kebijakan sumber daya manusia dan penyediaan infrastruktur. Inipun belum cukup, lemahnya koordinasi antara instansi dan saratnya berbagai kepentingan individu dan golongan, menjadi masalah besar. Perilaku seperti ini mencerminkan lemahnya pelaksanaan good governance.


Belajar dari masa lalu telah terbukti bahwa bad governance menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan yang sampai sekarang dampak negatifnya masih kita rasakan. Penerapan good governance sangat diyakini memberikan kontribusi yang strategis dalam menciptakan iklim bisnis yang sehat, meningkatkan kemampuan daya saing, serta sangat efektif menghindari penyimpangan-penyimpangan dan pencegahan terhadap korupsi dan suap.


Keinginan mewujudkan good governance sering diungkapkan baik oleh para pejabat penyelenggara Negara di pusat dan di daerah, juga dunia usaha. Pertanyaannya adalah bagaimana mewujudkan good governance, serta strategi apa yang sebaiknya dilakukan untuk mewujudkannya? Pertanyaan diatas kendati mudah disampaikan tentu tidak mudah untuk menjawabnya, karena sejauh ini konsep good governance memiliki arti yang luas. Secara ringkas bisa diartikan sebagai rambu untuk menjalankan amanah secara jujur dan adil. Banyak orang menjelaskan good governance bergantung pada konteksnya. Dalam konteks pemberantasan korupsi, good governance sering diartikan sebagai pemerintahan yang bersih dari praktek korupsi.


Dalam proses demokratisasi good governance sering mengilhami para aktivis untuk mewujudkan pemerintahan yang memberikan ruang partisipasi bagi pihak diluar pemerintah, sehingga ada pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antar negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Adanya pembagian peran yang seimbang dan saling melengkapi antar ketiga unsur tersebut, bukan hanya memungkinkan terciptanya “check and balance”, tetapi juga menghasilkan sinergi antar ketiganya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.


Secara umum ada beberapa karakteristik yang melekat dalam praktek good governance. Pertama, praktek good governance harus memberi ruang kepada pihak diluar pemerintah untuk berperan secara optimal sehingga memungkinkan adanya sinergi diantara mereka. Kedua, dalam praktek good governance terkandung nilai-nilai yang membuat pemerintah maupun swasta dapat lebih efektif bekerja dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Nilai-nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting. Ketiga, praktek good governance adalah praktek pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi serta berorientasi pada kepentingan publik. Karena itu praktek pemerintahan dinilai baik jika mampu mewujudkan transparansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik.

Didalam mengembangan praktek good governance, Pemerintah perlu memilih strategi yang jitu. Luasnya cakupan persoalan yang dihadapi, kompleksitas persoalan yang ada serta keterbatasan sumber daya, untuk melakukan praktek good governance, mengharuskan Pemerintah mengambil pilihan yang strategis. Menerapkan praktek good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas Pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik.


Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance. Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Pemerintah berinteraksi dengan masyarakat. Ini berarti jika terjadi perubahan yang signifikan pada pelayanan publik, dengan sendirinya dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat luas. Keberhasilan mempraktekkan good governance pada pelayanan publik mampu membangkitkan kepercayaan masyarakat luas bahwa menerapkan good governance bukan hanya sebuah mitos, tetapi menjadi suatu kenyataan.

Kedua, pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan secara lebih mudah. Nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktek good governance seperti efisien, non diskriminatif, dan berkeadilan, berdaya tanggap, dan memiliki akuntabilitas tinggi dapat dengan mudah dikembangkan parameternya dalam ranah pelayanan publik. Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua pihak, Pemerintah mewakili negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar, yang semuanya memiliki kepentingan dan keterlibatan yang tinggi dalam ranah ini. Keberhasilan penguasa dalam membangun legitimasi kekuasaan sering dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang baik. Dengan memulai perubahan pada bidang yang dapat secara langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sipil dan para pelaku pasar, upaya melaksanakan good governance akan memperoleh dukungan dari semua pemangku kepentingan. Dukungan ini sangat penting dalam menentukan keberhasilan karena memasyarakatkan good governance membutuhkan stamina dan daya tahan yang kuat.


Untuk mewujudkan hal itu, perlu tiga pendekatan yang harus sekaligus dilakukan. Pertama adalah menetapkan dan memasyarakatkan pedoman good governance secara nasional, baik untuk kalangan korporasi maupun publik, yang kemudian bisa ditindak lanjuti dengan pedoman sektoral dari masing-masing industri atau bidang kegiatan. Pedoman ini merupakan suatu rujukan yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Oleh karena itu, dalam kurun waktu tertentu perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Pendekatan kedua adalah perlu dilakukan penyuluhan, konsultansi, dan pendampingan bagi perusahaan-perusahaan, maupun kantor Pemerintah yang bermaksud untuk mengimplementasikan good governance, dengan melakukan kegiatan self assessment, kemudian memasang rambu-rambu pada masing-masing perusahaan atau instansi Pemerintah. Pendekatan ketiga adalah dengan memperbanyak agen-agen perubah dengan mengembangkan semacam sertifikasi bagi direktur dan komisaris pada perusahaan-perusahaan serta bagi pejabat-pejabat publik.


Upaya membangun industri yang berdaya saing, tidaklah mudah untuk kita gapai, terlebih jika tidak disertai perbaikan governance pada sektor pelayanan publik. Dalam bahasa yang berbeda, perbaikan governance pada sektor pelayanan publik merupakan prasyarat bagi keberhasilan di dalam membagun industri yang berdaya saing.


*Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance