Sabtu, 26 April 2008

KNPI dan Patronase dalam Degradasi Peran

Oleh: Alfath Abdul Fatah*



Belajar sejarah kepemudaan tidak cukup dengan menghapalkan cerita tentang Budi Oetomo, dan sumpah pemuda. Juga tak cukup untuk paham sejarah berdirinya KNPI, dan menerimanya wadah tunggal untuk berhimpun pemuda kita. Kita boleh bangga dengan apa yang disumbangkan oleh kaum muda pada masanya masing-masing. Mereka adalah pahlawan dan harus kita akui, karena pemuda yang besar adalah pemuda yang pintar bercermin dari sejarah pendahulunya. Juga kaum muda memiliki karakter yakni sebagai pelapis generasi pewaris dan pelanjut kelangsungan hidup masyarakat.


Ada satu hal yang pasti dalam sejarah gerakan kaum muda di Indonesia, yakni semangat kepeloporan. Semangat ini adalah “Virus Psikologis” sebagai energi dan daya dorong bagi pembaharuan. Virus ini lahir dari kesadaran sosial dan pembaharuan. Dengan semangat kepeloporan , sesuai bangunan psikologis yang kritis, skeptis, kaum muda senantiasa berjalan di garda terdepan untuk mengambil prakarsa perubahan dan pembaharuan menuju kondisi masyarakat yang lebih baik.


ETOS KAUM MUDA


Semangat sejarah kepeloporan kaum muda hakikatnya adalah etik perjuangan untuk menegakan kebenaran dan fitrah manusia. Dan inilah menjadi tanggung jawab kita semua sebagai kaum muda terutama KNPI sebagai Ormas tempat berhimpunnya kaum pemuda, memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Semenjak kelahirnya, KNPI harus mampu membangun wacana perubahan bagi kaum muda dan menjadikannya sebagai anak masyarakat yang mandiri, visioner dan mampu menjadi subyek sosial. Karena kritik paling keras terhadap KNPI adalah ketidak mandiriannya.

Sebagai sosok organisasi Pemuda, eksistensi KNPI banyak di pertanyakan, perannya makin surut, kiprahnya dinilai tidak bersentuhan dengan dinamika kepemudaan secara kualitatif. sehingga eksistensi KNPI lepas dari rumah sosialnya, juga KNPI hampir kehilangan jati dirinya. Kinerja KNPI sebagai wadah berhimpun visi, orientasi dan misi kaum muda dapat dikatakan tidak mantap, maka KNPI saat ini harus mampu mendongkrak jatidiri dan sosoknya. Orientasinya mampu dirumuskan dalam situasi sosial yang berubah, dan kinerjanya sebagai wadah berhimpun dapat di pertajam dengan kerja-kerja organisasi yang berkualitas.


Degradasi peran KNPI di atas bukan disebabkan oleh dukungan elit politik yang goyah tetapi oleh tuntutan dinamika kepemudaan yang bergeser dan dinamika internalnya. Perhatian pemerintah terhadap KNPI sangatlah besar bila dibandingkan dengan OKP lainnya. Tetapi perhatian ini tidak mampu mendongkrak kinerja KNPI yang sehat dan berkualitas.


PATRONASE


KNPI sebetulnya merupakan cerminan relasi antara negara dan kaum muda, sekaligus sebagai produk dari relasi itu. Membicarakan KNPI dengan mengabaikan variable negara hanya akan menjelaskan tampak luarnya, sementara realitas terdalam tidak dapat dibaca. Tampak luar itu adalah realitas internal KNPI yang seakan tegak sebagai sosok organisasi yang otonom, padahal tidak, karena KNPI lahir dari kebijakan korporatisme yang kemudian segenap kebijakan strategis dari KNPI menjadi harus mendapatkan persetujuan pemerintah (penguasa). Artinya organisasi atau ormas yang menentang terhadap kebijakan pemerintah dapat dibubarkan atau dibekukan.


KNPI yang merupakan produk dari kebijakan korporatisme tentu tidak mudah untuk melepaskan dari logika pembinaan atau pengendalian. Pembinaan inilah yang sangat kondusif bagi berkembangnya budaya restu. Karena tanpa restu dan dukungan dari sang Pembina akan mempunyai makna dan nihil politik. Budaya restu ini mempunyai implikasi yang sangat dominan. Orientasi aktivitas pemuda yang memliki karakter yang kritis akan terkungkung (kooptasi), sehinnga tidak mampu melakukan tekanan (pressure) kepada pemerintah dalam menyalurkan aspirasinya politiknya. Fungsinya hanya sekedar saksi dan legitimasi bagi formalisasi ketukan palu yang sudah diputuskan sebelumnya. Forum pengambil kebijakan kehilangan dinamika, karena lebih banyak dikendalikan oleh remote kekuatan di balik layar. Untuk mendapatkan restu dan memenuhi kepentingan politiknya, bagi aktivitas mutlak dibutuhkan patronase politik. Sang pemimpin ibarat klien politik yang mencari fatronnya yang berfungsi sebagai pelindung, sekaligus kekuatan pendongkrak bagi mobilitas politiknya, Sedangankan sang patron (penguasa) si klien menjadi kepanjangan tangannya, untuk melakukan pembinaan atau pengendalian politik.


Realitas tersebut tidak mudah untuk merubahnya. Kalupun berubah hanya pergeseran personal, baik pada tingkat klien dan patron (penguasa). Klien bisa mencari patron baru bila yang lama sudah tidak berkuasa. Sebaliknya patron juga gampang mencari klien baru, bila yang lama ternyata tidak cakap atau mbalelo.


Hal tersebut telah terjadi di tubuh KNPI Kabupaten Tangerang, Inilah yang menjadi faktor determinan. Soal kualitas, kapabilitas, kapasitas dan integritas pribadi bukanlah sesuatu yang menentukan, meski tetap penting. Dalam kondisi demikian, maka restu politik sang patron termasuk kekuatan finansial menjadi faktor yang paling penting. Sementara forum-forum yang berdimensi intelektual dan kritis dapat dikatakan hilang.


VISI KNPI KE DEPAN


Memperhatikan kondisi tersebut diatas, serta berbagai peluang ke depan, maka terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan oleh para aktivis KNPI kabupaten Tangerang dalam menata organisasinya ke depan.


Pertama, KNPI sebagai wadah berhimpun pemuda Kabupaten Tangerang, semakin dituntut untuk mengembangkan sikap-sikap kepemudaan yang kritis dan progresif, sekaligus menghindarkan diri dari sikap dan prilaku yang membebek (epigonistik). Prilaku tersebut bukan tidak sejalan dengan dinamika kepemudaan yang kritis dan dinamis, Tetapi akan membuat image bahwa KNPI tidak lebih sebagai kepanjangtanganan pemerintah untuk meredam dinamika kaum muda yang memiliki karakter agent of chengs di Kabupaten Tangerang. Selain itu KNPI dituntut untuk tidak apriori terhadap elemen apapun baik pemerintah maupun berbagai dinamika ragam potensi kepemudaan di antaranya LSM dan OKP lainnya. KNPI juga harus mampu menyikapi secara obyektif berbagai problem sosial yang terjadi dan menyikapinya secara kritis, korektif dan konstruktif.


Kedua, KNPI harus tanggap atas realitas dan dinamika kepemudaan yang mulai jenuh. Karena kejenuhan ini semakin jelas sebagai bentuk protes terhadap berbagai realitas sosial seperti, ketidak adilan, KKN dsb. Problema tersebut mesti diantisipasi dengan berbagai bentuk dan ragam pemikiran, sikap dan aktivitas. Karena hal tersebut akan memberikan kontribusi yang besar bagi KNPI secara positif.


Ketiga, KNPI perlu menyeimbangkan proporsi orientasinya baik orientasi politik, ekonomi maupun kulturalnya, Orientasi terhadap politik menjebak KNPI pada kepentingan pragmatis yang sempit dan sesaat. Karena KNPI akan kehilangan sikap kritis dan progresif, serta akan menjadi klien system patronase politik. Padahal politik KNPI adalah politik pemuda yang bernuansa luas dan bervisi kedepan, yakni pengembangan demokrasi dan kemandirian pemuda. Dalam membangun politik KNPI yang demikian maka dialog dengan berbagai elemen harus terus menerus dilakukan sehingga akan melahirkan visi sosial yang tajam dan akan menjadi cerminan masyarakat secara luas.


Keempat, Mari kita kembali ke Khittah KNPI sebagai wadah pemuda harus senantiasa dijaga dan diejawantahkan dalam program organisasi. Sehingga KNPI tidak lagi dimonopoli kalangan tertentu, sementara kualitas perannya semakin hilang. Sebagai wadah Pemuda, KNPI eksistensinya dituntut harus mampu memainkan perannya dalam bersentuhan dengan kebutuhan, aspirasi dan kepentingan segenap pemuda Kabupaten Tangerang, khususnya dalam aktualisasi potensi yang dimilikinya.


Kelima, secara internal banyak problem KNPI yang mendesak mesti dibenahi sebagai jawaban logis dari dinamika internal maupun eksternal. Problem-problem inilah yang menjadi sebab mengapa KNPI terasa mengalami degradasi peran, meski metabolisme organisasi masih berjalan normal. Serta memperkukuh nilai-nilai independensi sebagi peran untuk menjaga kredibilitas KNPI. Hal ini patut diperhatikan, demi senantiasa menjaga obyektifitas dan kekritisan kerja-kerja KNPI.


Hal yang tersebut diatas juga mesti dilakukan pada potensi-potensi kaum muda lainnya yang konsern terhadap perkembangan pembangunan di kabupaten Tangerang, Benar bahwa KNPI disiapkan oleh pemerintah sebagai wadah berhimpun para pemuda, tetapi berbagai benturan antara perspektif pemikiran dan kepentingan lebih mengedepan dari pada kerja-kerja kemanusiaan dan kemasyarakatan yang dilakukan. Belum lagi dengan munculnya saling sinis antara komunitas study dan gerakan dengan aktivis LSM, atau kelompok independen lainnya, Sekali lagi konflik tersebut membutuhkan dialog keterbukaan, karena tujuan masing-masing tampaknya tidak berbeda yakni untuk mensubstansikan masa depan kabupaten Tangerang yang sejahtera.


*Divisi Hukum & Advokasi LANSKAP, mantan Pengurus KNPI Kab. Tangerang