Jumat, 15 Februari 2008

Menyelami strategi politik PKS (sebuah refleksi dari Pilbup Tangerang)

Pengantar Redaksi


Salah satu catatan menarik yang didapat dari perhelatan Pilkada Kabupaten Tangerang adalah sikap politik PKS yang memutuskan melawan ’incumbent’ dengan berkoalisi bersama ’keluarga rawu’. Seperti diketahui, antara PKS dengan ’rawu’ baru saja terlibat pertarungan sengit saat Pilkada Propinsi Banten November 2006 yang lalu.


Dalam konteks demokrasi, bertarung kemudian berteman dalam panggung politik memang hal yang wajar dan lumrah. Hal ini juga terjadi pada beberapa Pilkada diwilayah Indonesia Timur, dimana PKS atau beberapa Partai Islam berkoalisi dengan Partai Kristen. Namun hal yang melatarbelakangi langkah PKS saat Pilkada Kabupaten Tangerang ini tetap menjadi bahan diskusi yang menarik untuk diselami. Bahkan hingga Pilkada berakhir --dengan kemenangan incumbent (Ismet Iskandar–Rano Karno), sikap PKS ini masih terus diperbincangkan banyak pihak.


Beragam asumsi pun muncul pasca kekalahan Jazuli-Airin, ada yang menuding bahwa ’rawu’ telah mengobok-obok strategi politik PKS, sementara banyak juga yang beranggapan bahwa tidak maksimalnya mesin politik PKS diakibatkan kekecewaan konstituen nya terhadap ’koalisi unik’ ini. Dilain pihak, ada juga yang mempertanyakan kebenaran bahwa PKS adalah partai yang dikenal solid dan punya kader militan.


Tulisan ini tidak akan mengupas tentang kekalahan atau kemenangan seseorang dalam pilkada, disini kami hanya menurunkan tulisan yang pernah dibuat oleh beberapa pihak terkait pilkada Kabupaten Tangerang, khususnya yang menyangkut koalisi Jazuli-Airin. Tujuannya sederhana, mempertajam analisis politik dalam upaya memberikan pendidikan dan pemahaman politik kepada rakyat secara partisipatif.


Apapun yang telah terjadi, hingar-bingar Pilkada Kabupaten Tangerang telah usai. Siapapun pemenangnya, tentunya kita tidak ingin terjebak pada posisi saling menyalahkan. Yang pasti, hasil Pilbup Tangerang merupakan representasi dari sikap rakyat dalam menentukan pemimpinnya lima tahun kedepan. Namun begitu, kami tetap ingin mengatakan, bahwa PKS adalah partai yang fenomenal, sehingga layak dan menarik untuk diperbincangkan.


Wassalam,

Gatot Yan. S



Judul Tulisan : Menghitung Peluang Jazuli-Airin
Penulis
: Anis Fuad
Sumber : Harian RADAR BANTEN
Edisi : Senin, 1 Oktober 2007


Sekelompok ilmuwan politik mengkaji kompetisi politik sebuah permainan yang kemudian dirumuskan sebagai game theory. Jack C Plano (1973) mengungkapkan bahwa game theory adalah sekumpulan pemikiran yang menguraikan strategi keputusan yang rasional dalam situasi konflik dan kompetisi, ketika masing-masing peserta atau pemain saling berusaha memperbesar keuntungan dan memperkecil kerugian. Ibarat bermain catur, kedua belah pihak mengadu strategi, memeras otak dan memainkan langkah-langkah taktis untuk mendapatkan kemenangan.


Koalisi Unik


Dalam pilkada, incumbent adalah “pemain” yang paling kuat. Ia setidaknya memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti jabatan, birokrasi dan pengaruh. Ia dapat mendayagunakan sumber-sumber kekuasaan tersebut baik secara legal maupun ilegal untuk kepentingan politiknya, memenangkan pilkada. Hal ini bisa kita saksikan di pilkada manapun, ketika publikasi pemerintah daerah lebih menonjolkan personalisasi incumbent ketimbang pesan yang ingin disampaikan. Menyadari kuatnya incumbent inilah, maka kita bisa menyaksikan koalisi-koalisi unik yang merupakan realitas baru dalam politik lokal, setidaknya di Banten.


Bagi saya, koalisi paling unik adalah ketika enam partai politik sepakat mengusung pasangan Jazuli Juwaini dan Airin Rahmi Diany sebagai pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tangerang dalam Pilkada. Enam partai itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nahdhatul Ummah Indonesia (PPNUI), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Syarikat Indonesia (PSI), dan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Kesepakatan dilakukan dalam bentuk penanda tanganan MoU ini di sebuah hotel mewah di kawasan Karawaci, Tangerang, pada Minggu, 2 September 2007 (Radar Banten, 3 /9).


Jika kita perhatikan lebih seksama, koalisi paling utama bukanlah antara partai-partai politik, tapi antara Jazuli yang didukung PKS dengan Airin yang mewakili kekuatan keluarga besar Chasan Sochib, Ayah dari Atut Chosiyah, Gubernur banten. Saya tidak menafikan partai-partai lain pengusung pasangan ini, tapi faktanya, kekuatan terbesar ada di PKS dan keluarga besar Chasan Sochib.


Keluarga Besar Chasan Sochib


Keluarga besar Chasan Sochib adalah kekuatan politik yang cukup kuat di Banten. Hasil paling nyata adalah bagaimana kekuatan ini mampu mengantarkan Atut Chosiyah menjadi Gubernur Banten dalam pilkada Banten yang lalu. Faktor keluarga dan jaringannya menurut hemat penulis jauh melampaui peran partai politik. Maka, wajar kiranya jika kemudian kekuatan ini ingin menempatkan kadernya sebagai salah satu pucuk pimpinan di Kabupaten Tangerang.


Harus dipahami, meskipun satu partai (Baca:Golkar), hubungan antara Chasan Sochib dan Ismet Iskandar kurang harmonis. Bahkan sebagaimana dimuat di harian ini (5/9) Chasan Sochib melaporkan Ismet Iskandar, mamat Rahayu dan Zaki Iskandar ke Jusuf Kalla. Secara gamblang, keinginan untuk menempatkan kadernya sebagai pucuk pimpinan di kabupaten Tangerang jelas terlihat dari pernyataannya. “Pencalonan Airin atas perintah saya, bukan perintah TB. Chaeri Wardhana, suaminya, atau ratu Atut Chosiyah, yang keduanya juga kader Partai Golkar”.


Besarnya kekuatan di belakang Airin inilah yang kemudian membuat Airin yang awalnya “bukan siapa-siapa” secara tiba-tiba muncul menjadi fenomena dalam pilkada Kabupaten Tangerang. Airin, mantan putri pariwisata dan notaris tampil setiap hari di harian lokal dengan berbagai aktivitas sosialnya. Jika kita perhatikan secara seksama, pola pencitraan Airin mirip dengan pola pencitraan Atut sewaktu pilkada Banten, termasuk kesan yang hendak dibangun, religius, keibuan, berjiwa sosial dan tentu saja cantik mempesona. Maklum saja, suami Airin, Chaeri Wardana adalah designer dalam kemenangan Atut Chosiyah.


Modal politik yang dimiliki juga besar, uang, jaringan dan massa terorganisir sudah tentu dimiliki. Namun yang menarik adalah gagalnya Airin dimajukan oleh PPP, padahal Airin adalah ketua Biro hukum DPW PPP. Namun Airin mendapat gantinya, ia didukung oleh PKS.


Jazuli dan PKS


Sejak beberapa bulan lalu, Jazuli Juwaini sudah mengenalkan diri kepada khalayak Tangerang dengan spanduknya di berbagai sudut kota. Anggota DPR dari fraksi PKS ini sebelum memiliki pendamping secara resmi memang sudah bertekad akan bertarung melawan Ismet Iskandar. Modal politik PKS terutama terletak pada soliditas organisasi dan militansi kader.


Sebagai partai kader, PKS memiliki soliditas yang terbaik dibandingkan partai manapun. Sistem sel yang dimiliki digabungkan dengan prinsip sami’na wa ato’na membuat partai ini seringkali membuat kejutan. Militansi kader juga sulit ditemukan di partai manapun, kader partai ini, tua maupun muda dengan ikhlas berjuang memperjuangkan tujuan dan target partai. Salah satu metode yang terbukti sukses adalah direct selling.


Sistem yang diadopsi dari model bisnis Multi Level Marketing ini terbukti sukses membuat PKS menjadi partai terkemuka. Persoalan yang dimiliki PKS biasanya terletak pada dana yang cekak. Maklum pilkada adalah ajang dimana uang memiliki peran amat penting. Jangankan untuk melakukan money politics, untuk membuat kaos, rompi, stiker atau spanduk jelas butuh miliaran rupiah. Nah Airin dengan kekuatan keluarga besar Chasan Sochib memiliki modal politik ini.


Sinergi PKS & Keluarga Besar Chasan Sochib


Kekuatan PKS bersinergi dengan kekuatan keluarga besar Chasan Sochib tampaknya akan menjadi kekuatan yang dahsyat. Sinergi yang terjadi antara kekuatan ini tampaknya memang akan menjadi batu sandungan paling keras untuk upaya Ismet melaju memenangkan pilkada. Secara angka kasar kita bisa melihat peluang pasangan ini dengan melihat hasil pilkada Banten. Atut, kakak Ipar Airin mendapatkan 434.468 atau 38,15%. Namun sekali lagi ini angka kasar karena dalam pilkada Banten partai-partai besar seperti Partai Golkar dan PDIP bergabung mendukung Atut. Tapi kalau kita asumsikan separuh suara adalah upaya keluaga besar Chasan Sochib dengan RBB dan berbagai jaringan lain, maka angka 19% sudah ditangan.


Angka tambahan yang amat signifikan bisa didapatkan dari perolehan
suara Zul-Marissa yang mencapai 407.403 atau 35,77%. Suara ini kecil kemungkinan berubah karena Zul-marissa hanya didukung oleh PKS dan PSI yang juga mendukung Jazuli. Jika dijumlahkan masih diatas 50%. Pasangan ini cukup berpotensi memenangkan pilkada. Namun sekali lagi faktor Ismet sebagai incumbent yang berpotensi mendayagunakan sumber daya jabatan termasuk menjadikan birokrasi sebagai mesin politik tampaknya tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi dari segi individu harus diakui Ismet adalah pemimpin yang cukup populer dan dikenal.


Penutup


Tak hanya itu, tampaknya sinergi ini mematahkan analisis kita semua yang seringkali memandang dua kekuatan ini selalu berseberangan. Biasanya yang kita saksikan di media PKS dan keluarga besar Chasan Sochib selalu berseteru. Kali ini keduanya berangkulan intim dan melakukan perkawinan politik. Seperti kata adagium politik “Tak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan”


---------------------------------------------------


Judul Tulisan : PKS: Antara Idealita Dan realita
Penulis
: Najib Hamas*
Sumber : Harian RADAR BANTEN
Edisi : Rabu, 10 Oktober 2007



Fenomena koalisi Jajuli Juwaini dan Airin Rachmi Diany dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tangerang memang menarik untuk dikaji. Saudara Abdul Hamid (AH) dalam tulisannya di harian ini (26/09/2007) menyebut pasangan ini sebagai koalisi unik. AH menyebut koalisi ini unik bukan karena dukungan dari partai-partai lainnya, melainkan karena Jazuli Juwaini yang diusung oleh PKS berpasangan dengan Airin Rachmi Diany yang merupakan istri dari Tb.Chaeri Wardana yang juga merupakan anak dari Tb.Chasan Sochib.


Pernyataan tak jauh berbedapun ditulis oleh Saudara Anis Fuad (AF) di harian ini pula (Senin, 01/10/2007). Dalam tulisannya saudara AF paling tidak menyimpulkan tiga hal tentang PKS. Pertama, PKS saat ini telah lebih realistis dalam berpolitik bahkan terkesan idealisme politiknya mulai kabur. Kedua, AF menyebut bahwa di PKS ada kekuatan “kaum tua” yang tidak mampu ditembus oleh “kaum muda” sehingga segala kebijakan politik yang keluar adalah kebijakan para “orang tua”, sedangkan suara anak mudanya dicuekin. Ketiga, saudara AF menganggap dalam koalisi Jazuli-Airin PKS dianggap hanya berorientasi pada uang semata.


Pendapat dari saudara AF ini tentu saja bagian dari kritik yang sangat baik bagi PKS. Dan PKS sangat mengapresiasi segala kritik yang disampaikan. Namun tentu saja banyak disinformasi dan mispersepsi yang perlu diluruskan dalam beberapa pandangan saudara AF. Upaya ini penting dalam rangka mengeliminir disinformasi dan mispersepsi di tingkat publik. Tentu tanggapan ini tidak dalam rangka membela diri an sich. Yang terpenting bagi PKS adalah terbangun sebuah dialog. Hal ini tentu saja sangat baik dalam rangka pendewasaan politik dan juga pencerahan publik.


Idealita vs Realita


Partai Keadilaan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang digerakan oleh anak-anak muda yang memiliki semangat dan idealisme. Namun sebagian kalangan menyebut kini - termasuk saudara AF- idealisme yang dimiliki PKS mulai kabur. Kemudian muncul stigma PKS sama saja dengan partai lain. Saudara AF mengkritik koalisi Jazuli-Airin sebagai koalisi yang terkesan pragmatis karena menyebut persoalan uang yang menjadi masalah utama PKS. PKS tidak punya uang lalu berkoalisi dengan Airin yang berlimpah uang, begitulah kira-kira pandangan saudara AF.


Tentu kesimpulan yang saudara AF sampaikan terkesan menyederhanakan persoalan. Dalam proses pengambilan keputusan – PKS dalam hal ini- uang bukanlah variabel utama meskipun salah satu di antaranya. Dalam konteks pilkada Kabupaten Tangerang PKS hanya ingin menghadirkan kembali semangat pembangunan di Kabupaten Tangerang yang selama dipimpin oleh incumbent terkesan malu-malu dan lambat dalam membangun. Hasil riset internal PKS pun menunjukan bahwa rakyat Kabupaten Tangerang kecewa terhadap pembangunan di Kabupaten Tangerang selama ini. Oleh karenanya di Kabupaten Tangerang butuh dihadirkan pemimpin baru yang akan memberi perubahan.


Lantas pertanyaannya, kenapa Jazuli harus berpasangan dengan Airin yang merupakan istri dari Tb.Chaeri Wardana adik kandung Hj. Rt Atut Choisiyah, Gubernur Banten yang merupakan anak kandung dari Tb. Chasan Sochib?. Dalam tulisannya saudara AF menyebut PKS seolah tidak konsisten hanya karena sewaktu pemilihan gubernur menjadi lawan politik Hj. Rt Atut Choisiyah. Tentu saja menarik hubungan antara Pilgub degan Pilbup Kabupaten Tangerang sebagai sesuatu yang kurang tepat. Lagi pula dalam pandangan politiknya, PKS tidak pernah menempatkan siapapun sebagai lawan meskipun sejalan dengan adagium “bahwa dalam politik tidak ada kawan atau lawan yang abadi yang ada hanya kepentingan”.


Tentu saja konotasi kepentingan tidak melulu buruk. Partai politik memang untuk merebut kekuasaan namun tentu saja dengan cara yang elegan dan dalam koridor demokrasi. Kemudian bagaimana kekuasaan tersebut dapat didayagunakan untuk melakukan perubahan. Dan kepentingan utama PKS dengan koalisi Jazuli-Airin adalah berkomitmen untuk bersama-sama dengan komponen lain bahu membahu dalam melaksanakan pembangunan di Kabupaten Tangerang.


Kembali kepada masalah kenapa harus Airin yang dipilih oleh PKS. Pertama, Airin tentu saja memiliki kecerdasan, karena ia seorang notaris dan merupakan lulusan S2 Ilmu Hukum. Kedua, Airin memiliki popularitas. Meskipun tidak sepopuler Marissa sewaktu menjadi wagub yang didukung oleh PKS, Airin tak jauh berbeda popularitasnya karena sewaktu dulu Airin merupakan seorang model. Dan yang ketiga, Airin memiliki mesin politik. Lewat jaringan keluarga suaminya Airin memiliki mesin politik yang lebih dahsyat ketimbang yang dimiliki partai. Ketiga hal itu tentu sangat dibutuhkan dalam konteks pemenangan pilkada. Tentu PKS ketika mencalonkan seseorang punya target kemenangan. Jadi, orang yang dipilih untuk didukung oleh PKS harus memiliki kriteria yang tadi.


Tua-Muda


Pertentangan kaum tua-muda dalam partai politik selalu saja ada, tak terkecuali di PKS. Namun tentu saja pandangan saudara AF dalam tulisannya yang menyebut PKS dikuasai oleh kaum tua perlu diuji kebenarannya. Memang benar kelompok anak mudanya masih menjadi second opinion didalam partai ini karena memang wadah aktualisasi peran politik pemuda masih tergolong baru. Organisasi Pemuda Partai Keadilan Sejahtera adalah Gema Keadilan yang dahulu bernama Garda Keadilan. Tentu saja Gema Keadilan ini memiliki tugas kedepan bagaimana menjadi jembatan kelompok muda PKS untuk memberikan sumbang saran dan kontribusi yang riil terhadap PKS.


Perbedaan pandangan di dalam tubuh kader PKS adalah sesuatu yang biasa. Hanya memang dalam pengambilan keputusan, orang yang disebut kalangan tualah yang berhak melakukannya. Karena mereka yang kini berada pada basis kebijakan. Namun bukan berarti keputusan yang lahir mengabaikan suara kader-kader muda. Semua melalui proses yang panjang untuk mengambil sebuah keputusan.


Doktrin sami'na wato'na yang dikritik oleh saudara AF tidaklah buruk. Bagi keyakinan kader PKS, kalau suatu keputusan sudah diambil maka sami'na wato'na menjadi wajib. Dan hal ini tidak menjadi masalah bagi kader-kader muda PKS. Namun yg mesti dimaksimalkan oleh kaum mudanya adalah bagaimana memaksimalkan kebebasan berkreasi dan ruang aktualisasi politik yang luas yang sebenarnya telah dibuka kran tersebut bagi kader muda PKS. Dan juga aktif memberikan sumbang saran sebelum sebuah keputusan diambil.


Dalam konteks pilkada misalnya kaum mudanya berhak juga mencari figur yang tepat untuk ditempatkan sebagai kepala daerah dan menyodorkannya kepada struktur partai. Langkah-langkah seperta inilah yang selayaknya dimaksimalkan oleh kelompok muda PKS. Kalaupun ada opini perbedaan pandangan dalam setiap masalah bukan berarti kepentingan anak muda tidak terakomodir. Bahkan, fungsionaris DPW PKS banyak diisi oleh anak-anak muda yang memiliki semangat dan idealisme, yang juga menjadi pemikir bahkan “pembisik” agenda-agenda sosial politik DPW PKS Banten.


Penutup


Mungkin saja langkah koalisi yang diambil oleh PKS dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Tangerang bisa salah, namun juga bisa jadi benar. Meskipun dianggap kontroversial tapi the show must go on. Pasangan Jazuli-Airin resmi bersanding. Pasangan Jazuli-Airin sudah final bagi PKS. Kader-kader PKS dan jaringan Airin telah bahu membahu untuk memenangkan. Hasil apapun yang diperoleh PKS semoga bisa menjadi pelajaran yang berharga dalam berdemokrasi khususnya diinternal PKS. wallahu'alam.***


*Penulis adalah Ketua Umum Gema Keadilan dan Fungsionaris DPW PKS Provinsi Banten.