Sabtu, 18 Oktober 2008

Inspirasi dari Sragen: Pelayanan Publik untuk Masyarakat (Bagian 2)

Setidaknya terdapat 29 inovasi program yang dilaksanakan oleh Kabupaten Sragen. Gambaran umum inovasi program ini jika dikelompokkan berdasarkan lokus, fokus, obyektif/sasaran, dan metode adalahada 14 program inovasi yang diselenggarakan di luar institusi pemerintah kabupaten, dan 15 di dalam institusi pemerintah kabupaten; 10 program inovasi yang fokus pada peningkatan kapasitas aparat pemerintah kabupaten, 3 program fokus pada peningkatan kesejahteraan pegawai pemerintah kabupaten, 11 program fokus pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan sisanya sebanyak 5 program fokus pada perbaikan proses pelayanan yang lebih baik; 15 program dijalankan untuk mencapai peningkatan efektivitas dan efisiensi organisasi/aparat pemerintah kabupaten, dan 14 program untuk menangani permasalahan-permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat; serta 15 program dilaksanakan dengan metode pelibatan masyarakat, sedangkan 14 program lainnya dilaksanakan secara dominan mengandalkan aparat pemerintah kabupaten sendiri.

Dari keseluruhan program inovasi tersebut, Pemkab Sragen menetapkan tiga kelompok agenda besar inovasinya. Pertama, reformasi birokrasi sebagai wujud pembenahan aspek-aspek internal kelembagaan pemerintah daerah. Kedua,re-engineering pelayanan publik dengan penataan pelayanan prima dalam fasilitasi dan pemberian dukungan terhadap upaya masyarakat membangun dirinya sendiri. Ketiga, pemberdayaan masyarakat dan PNS dengan paket-paket program yang mendorong masyarakat dan PNS menjadi maju dengan kapasitas yang mereka miliki.

Tiga program inovasi unggulan di Kabupaten Sragen

Program inovasi unggulan ini adalah mempermudah perijinan, melatih ketrampilan masyarakat, dan membantu permodalan. Ciri utama tiga program inovasi unggulan ini adalah ketiganya merupakan upaya-upaya pemkab untuk memajukan perekonomian dengan berwirausaha. Hanya tiga program ini sajalah yang selanjutnya diukur level inovasinya dengan menggunakan indikator-indikator best-practices.

Program inovasi unggulan pertama, mempermudah perijinan. Hal ini dilatarbelakangi pengalaman pahit masyarakat dan dunia usaha di Indonesia saat harus berhadapan dengan birokrasi dalam hal pengurusan perizinan dan nonperizinan lainnya, terlebih ketika kebijakan otonomi daerah diberlakukan. Oleh karena itu, pemkab mendirikan Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) melalui perda no. 15/2003 yang sebenarnya merupakan pengembangan dari Unit Pelayanan Terpadu (UPT) yang telah didirikan sebelumnya. Kepala KPT diberi sebagian pelimpahan wewenang di bidang perijinan oleh Bupati, sehingga dia dapat menandatangani secara langsung sejumlah perijinan dan nonperijinan. Ini membuat pelayanan menjadi lebih cepat dan efisien. Saat ini status KPT ini telah ditingkatkan menjadi Badan Pelayanan Terpadu (BPT).

Ada perbedaan pemangkasan jalur birokrasi untuk pelayanan perijinan dan nonperijinan. Pelayanan perijinan warga hanya melalui satu pintu. Pengurusan lanjutan ke dinas atau instansi terkait akan diurus oleh BPT. Sementara untuk pelayanan nonperijinan masih satu atap, yang menyisakan pelibatan dinas atau instansi terkait dalam interaksi dengan warga dengan tambahan peran intermediasi oleh BPT.

Dalam pelaksanaan program BPT membuka prosedur dan biaya secara terbuka kepada warga dengan cara memasang leaflet atau brosur dan membuat proses penyerahan biaya pelayanan dapat dilihat oleh warga. Ini merupakan upaya melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan program. Upaya lainnya adalah sosialisasi paradigma dan mekanisme pelayanan publik yang baru, menyediakan saluran pengaduan bagi masyarakat pengguna jasa, dan melaksanakan survey kepuasan pelanggan.

Program inovasi unggulan kedua, melatih ketrampilan masyarakat. Program ini didorong oleh cukup tingginya angka pengangguran (31,5%), yang mayoritas berpendidikan SD dan SMP. Berdasarkan tingkat pendidikan penganggur ini jelas sulit bagi mereka bersaing di dunia kerja jika hanya mengandalkan modal kemampuan akademik dan minimnya ketrampilan. Sebagai upaya mendorong warga berwirausaha, pemkab membuka Badan Diklat bagi masyarakat umum. Ini berbeda dengan Badan Diklat daerah lain yang hanya menyediakan pelatihan bagi PNS. Badan Diklat Pemkab Sragen melatih pesertanya untuk terampil dan siap membuka usahanya sendiri atau siap bersaing dengan pencari kerja lain di sektor informal.

Pelibatan masyarakat dalam program inovasi ini cukup signifikan karena pelatihan yang disediakan oleh Badan Diklat akan berdasarkan permintaan dari masyarakat. Mekanisme pengajuannya melalui musrenbang. Dalam musrenbang ini dibuat skala prioritas atas permintaan masyarakat dengan melihat potensi desa yang bersangkutan. Namun jika tidak ada permintaan dari masyarakat, Badan Diklat yang proaktif melihat potensi desa dan menyelenggarakan pelatihan sesuai areanya.

Program inovasi unggulan ketiga, membantu permodalan. Program ini bertujuan untuk membantu kebutuhan permodalan masyarakat. Program ini digulirkan melalui recovery fund yang dianggarkan dalam APBD. Sifat permodalan ini bergulir sehingga diarahkan untuk hal-hal produktif dalam bentuk bantuan modal kerja/usaha bagi kelompok-kelompok masyarakat. Nantinya recovery fund ini akan kembali ke APBD dalam bentuk PAD.

Koordinasi dan operasi recovery fund ini berada di bawah kendali satuan kerja pemkab, yaitu satker yang ada di Dinas Perindagkop dan UKM, Dinas Perikanan dan Peternakan, Dinas Pasar, serta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Satu contoh keberhasilan program ini adalah bantuan bagi masyarakat dalam bentuk Lembaga Penguatan Ekonomi Kecamatan (LPEK) di bawah koordinasi Dinas Perindagkop dan UKM bekerja sama dengan Dinas Pasar. Keberadaan LPEK ini melepaskan para pedagang pasar dari ketergantungan pada rentenir yang memberikan bantuan modal dengan bunga yang sangat tinggi. Program yang juga disalurkan melalui Lembaga Keuangan Desa membuat pelaksanaan program ini tidak sektoral tetapi menyentuh multisektor.

Serupa dengan program unggulan melatih ketrampilan, keterlibatan masyarakat dalam program ini juga cukup signifikan. Masyarakat dilibatkan dalam menyusun rencana --dalam bentuk proposal miniĆ¢€”kebutuhan mereka. Model perguliran yang tanggung-renteng ini sesungguhnya membutuhkan soliditas tinggi dari masyarakat penerimanya, sehingga diperlukan mekanisme saling jaga di antara anggota kelompok.

Bagaimana level inovasi dan kinerja ketiga program inovasi unggulan?

Level inovasi diukur menggunakan indikator-indikator best-practices dari UN Habitat yang telah dimodifikasi. Indikator-indikator tersebut adalah dampak, kemitraan, keberlanjutan, kepemimpinan, pemberdayaan masyarakat, kemungkinan untuk ditransfer, konteks lokal, dan kesetaraan masyarakat. Sedangkan indikator untuk mengukur level kinerja adalah input, proses, output, dan dampak.

Berdasarkan persepsi masyarakat level inovasi program kemudahan perijinan, pelatihan kerja, dan dana bergulir masing-masing mencapai 73%, 82%, dan 70,3%. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat, khususnya pengguna jasa BPT; peserta pelatihan kerja; dan debitur, merasakan bahwa program ini menghasilkan dampak positif, adanya jalinan kemitraan yang memadai, terjaminnya keberlanjutan program, ditopang dengan kepemimpinan yang bisa diandalkan, pemberdayaan masyarakat yang cukup baik, cukup sesuai dengan konteks daerah dan dapat diterapkan di daerah atau program lain, serta tingkat kesetaraan yang cukup. Meskipun untuk program kemudahan perijinan masih memerlukan tinjauan lebih lanjut untuk meningkatkan keberhasilannya di masa depan dan untuk program dana bergulir masih memerlukan peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat dan perbaikan dalam pengaturan keuangan.

Level kinerja program dana bergulir, pelatihan kerja, dan dana bergulir secara umum masing-masing mencapai tingkat 87,1%, 89,6%, dan 76,2%. Ini menunjukkan Pemkab Sragen telah mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber daya, landasan infrastruktur, serta prasyarat lainnya dalam proses penyelenggaraan program kemudahan perijinan, pelatihan kerja, dan dana bergulir hingga masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan lain merasakan manfaatnya. Khusus program dana bergulir menghasilkan manfaat yang tidak bisa dianggap kecil terhadap upaya peningkatan taraf perekonomian masyarakat Kabupaten Sragen.

Potensi replikasi ke daerah lain

Setelah membaca seluruh pencapaian-pencapaian utama Kabupaten Sragen ini, pertanyaan selanjutnya adalah apa prasyarat yang harus dipenuhi oleh daerah yang ingin mereplikasinya. Ada beberapa pertimbangan penting dalam upaya replikasi: pertama, political will Kepala Daerah. Bukan hanya komitmen Bupati yang dibutuhkan tetapi juga dukungan dan motivasi aparat birokrasi dalam membangun kesamaan visi, misi, dan tujuan. Kedua, kemampuan Kepala Daerah dan aparat untuk melibatkan organisasi lokal seperti lembaga dan tokoh masyarakat, serta LSM dalam penyusunan prioritas untuk pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program. Ketiga, pembelajaran dari Sragen, yaitu program efisiensi pembangunan di semua sektor serta upaya mengubah paradigma dan budaya birokrasi. Keempat, pemilihan prioritas program. Keberhasilan program-program inovasi ditentukan juga oleh keberpihakannya pada kebutuhan masyarakat.

* Diringkas dari buku Reformasi dan Inovasi Birokrasi Studi di Kabupaten Sragen
sumber: www.yappika.or.id