Sabtu, 18 Oktober 2008

Setelah Sewindu Reformasi: Perjalanan (masih) Panjang menuju Masyarakat Sipil

Ringkasan ini menyajikan temuan-temuan pokok dan menggarisbawahi beberapa implikasi penting untuk agenda ke depan dari Indeks Masyarakat Sipil (IMS) proyek di Indonesia yang dilaksanakan oleh YAPPIKA; suatu Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi.


Selama hampir satu tahun, dari Oktober 2005 sampai dengan Agustus 2006, penyusunan IMS dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan masukan mengenai keadaan masyarakat sipil Indonesia dari kalangan tokoh masyarakat sipil sendiri, pejabat pemerintahan, anggota DPR, warganegara Indonesia biasa, para ahli dan peneliti. Data dikumpulkan dengan berbagai metodologi antara lain melalui community survey, regional stakeholder survey, media review, fact-finding & studi kasus serta data sekunder; kemudian disajikan ke dalam kerangka komperehensif berupa 74 indikator.


Berdasarkan data yang disajikan, National Advisory Group (NAG) yang terdiri dari 16 orang yang berasal daritokoh-tokoh masyarakat sipil dan pemangku kepentingan lainnya kemudian mendiskusikan, menilai dan memberikan skor untuk masing-masing 74 indikator tersebut. Penilaian tersebut diringkas ke dalam bentuk grafik visual berupa “Intan Masyarakat Sipilâ


IMS Republik Indonesia yang untuk pertama kalinya disajikan ini ternyata telah memberikan beberapa pengetahuan yang baru bagi kita mengenai masyarakat sipil Indonesia, yang sebagian diantaranya tampak menantang beberapa keyakinan tokoh-tokoh OMS selama ini.


Diagram intan di atas memberikan gambaran keadaan masyarakat Indonesia saat ini. Tiga dari empat dimensi yang ada, yaitu lingkungan, struktur dan dampak masih menunjukkan kelemahan dengan keadaan yang hampir seimbang, dan masih jauh dari dari kondisi ideal (skor 3). Skor dimensi nilai yang mendekati 2 memberikan gambaran bahwa masyarakat sipil Indonesia cukup berhasil dalam mempraktekkan dan mempromosikan nilai-nilai yang dianutnya.


Beberapa temuan pokok dicoba diringkaskan di bawah ini:


1. Rakyat Indonesia itu dermawan (filantropis) dan aktif berorganisasi

Rakyat Indonesia sesungguhnya termasuk golongan yang menaruh kepedulian terhadap nasib orang lain dengan membantu berupa uang, barang atau tenaga. Empat dari lima orang Indonesia pernah memberikan sumbangan dalam bentuk uang atau barang serta membantu warga masyarakat lain. Meskipun demikian, jumlah sumbangan yang diberikan dalam bentuk uang belum signifikan karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih tergolong miskin. Lebih dari separuh rakyat Indonesia pernah menjadi anggota suatu organisasi masyarakat sipil (OMS) dan satu dari tiga orang Indonesia pernah menjadi anggota lebih dari satu organisasi.


2. Sumberdaya masyarakat sipil sangat terbatas

Secara umum OMS Indonesia menghadapi masalah keterbatasan sumberdaya keuangan, SDM, teknologi dan prasarana. OMS pada umumnya belum mempunyai sumberdaya mandiri dan berkelanjutan yang memadai sehingga belum mampu mencapai tujuan yang sudah ditetapkan secara efektif. OMS juga kurang mampu menarik, mengkader dan mempertahankan SDM yang mereka butuhkan agar organisasi berfungsi secara efektif. Untuk organisasi yang berbasiskan keanggotaan, iuran anggota sudah lama tidak berjalan. Ornop Indonesia tergantung dari bantuan luar negeri. Dana domestik yang berasal dari publik, bantuan pemerintah dan sumbangan sektor swasta relatif masih kecil.


3. Lingkungan eksternal belum kondusif

Meskipun rakyat Indonesia sudah menikmati hak-hak politik serta kebebasan-kebebasan dasar lainnya, akan tetapi masih banyak faktor-faktor lainnya yang belum kondusif bagi perkembangan masyarakat sipil yang sehat dan kuat. Indonesia dewasa ini ditandai dengan lemahnya penegakan hukum. Hampir tidak ada kepercayaan rakyat Indonesia bahwa hukum telah ditegakkan secara adil dan semua pihak tunduk pada hukum; dan bahwa pengadilan telah mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan politik dan uang. Indonesia masih tetap salah satu negara terkorup di dunia dan itu mempengaruhi budaya dan nilai-nilai masyarakat. Selain itu satu dari empat orang Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan dan di beberapa daerah pernah terdapat konflik etnis dan agama yang berujung kekerasan.


4. Hubungan OMS-negara: Bagaimana meningkatkan dialog dan kerjasama

Meskipun era reformasi telah berlangsung delapan tahun namun hubungan antara negara-masyarakat sipil masih ditandai dengan iklim saling curiga. Negara masih dilihat sebagai musuh yang harus dilawan dan banyak taktik masyarakat sipil masih konfrontatif dan tidak mencari dasar-dasar untuk kompromi. Dialog yang murni antara negara dan masyarakat sipil masih terbatas, demikian pula halnya dukungan dan kerjasama negara dengan OMS.


5. Perlu ada insentif perpajakan untuk OMS sebagai sektor nirlaba

Sistem perpajakan di Indonesia belum membedakan dengan tegas antara sektor nirlaba dengan badan usaha. Belum ada ketentuan yang mengatur tentang pembebasan atau pengecualian (tax exemption) pajak penghasilan badan yang diberlakukan kepada sektor nirlaba yang semata-mata bekerja untuk kepentingan umum. Juga pengurangan pajak (tax deduction) untuk individu atau badan yang memberikan sumbangan kepada kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.


6. Sektor swasta masih kurang peduli dengan OMS

Meskipun sejumlah perusahaan besar nasional (konglomerat) dan perusahaan multinasional membantu/melakukan program CD (community development) atas nama tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) akan tetapi kalangan OMS pada umumnya berpendapat bahwa sektor swasta masih kurang peduli atau acuh tak acuh dengan OMS. Kalangan Ornop advokasi memandang bahwa perusahaan (swasta) masih tetap tidak transparan dan merusak lingkungan hidup.


7. Terdapat kekuatan-kekuatan yang tidak toleran, menggunakan kekerasan dan diskriminatif

Pada umumnya masyarakat sipil Indonesia menganut dan aktif mempromosikan nilai-nilai demokrasi, toleransi, tranparansi, anti-kekerasan, kesetaraan gender penanggulangan kemiskinan dan keberlanjutan lingkungan hidup. Akan tetapi dari survei komunitas yang dilakukan terungkap bahwa di dalam masyarakat sipil sendiri masih terdapat kelompok-kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, tidak toleran, dan diskriminatif terhadap kaum perempuan.


8. Kepercayaan terhadap LSM dan serikat buruh masih rendah

Rakyat Indonesia menaruh kepercayaan yang tinggi kepada organisasi sosial keagamaan. Lebih dari delapan puluh persen rakyat Indonesia menyatakan bahwa organisasi keagamaan (NU, Muhammamdiyah, organisasi yang bernaung di bawah gereja, dan lain-lain) adalah institusi yang sangat dipercaya. Akan tetapi sangat berbeda halnya dengan tingkat kepercayaan kepada LSM dan serikat buruh yang masih rendah. Hanya sekitar 37% rakyat Indonesia yang percaya kepada LSM dan 30% kepada serikat buruh. Namun LSM dan serikat buruh di Indonesia, bagaimana pun juga, masih merupakan fenomena masyarakat perkotaan sehingga tidak begitu dikenal oleh mayoritas rakyat Indonesia yang berdiam di daerah pedesaan. Sebanyak 35% rakyat Indonesia ternyata tidak tahu atau tidak menjawab pertanyaan yang diajukan tentang LSM dan 40% untuk serikat buruh.


9. Masyarakat sipil belum transparan dan tidak bebas dari korupsi

Informasi yang diberikan OMS kepada publik yang berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan, sumberdaya yang dimiliki, termasuk mekanisme untuk mengakses informasi tersebut masih sangat terbatas. Dalam bidang keuangan sedikit sekali OMS Indonesia yang memberikan informasinya kepada publik. Kerahasiaan masih merupakan “norma� baik itu dimaksudkan secara sengaja atau tidak. Sumber pendanaan, budget, upah, biaya administrasi dan keseluruhan informasi yang menunjukkan hubungan alokasi sumberdaya dengan misi organisasi biasanya tidak tersedia. Padahal budget, sumberdana dan seharusnya bersifat publik, jelas dan dapat diakses dengan mudah oleh semua pihak. OMS Indonesia mengalami defisit informasi dalam hubungannya dengan transparansi keuangan. Korupsi juga terdapat di kalangan OMS, walaupun diyakini tidaklah sebesar dan seluas yang terjadi pada birokrasi pemerintahan.


10. OMS Indonesia aktif dan sukses dalam mempromosikan demokrasi, HAM dan memberdayakan warga negara

OMS Indonesia mempunyai peran aktif dan berhasil dalam mempengaruhi kebijakan publik dalam bidang pengembangan demokrasi dan perlindungan HAM serta memberdayakan warganegara. Di pihak lain meskipun OMS aktif namun relatif belum begitu berhasil dalam mempengaruhi kebijakan publik dalam bidang penganggaran, membuat sektor swasta lebih akuntabel, menciptakan lapangan kerja serta memenuhi kebutuhan kelompok-kelompok marginal.


Temuan-temuan di atas menyimpulkan bahwa, bagaimana pun juga, masyarakat sipil Indonesia mempunyai beberapa kekuatan seperti semangat filantropi, aktif berorganisasi, komunikasi dan kerjasama yang baik antar sesama OMS, menikmati berbagai kebebasan dan hak-hak politik, relatif otonom terhadap negara serta berhasil dalam mempromosikan demokrasi, HAM dan memperkuat rakyat (warganegara). Di pihak lain tantangan yang dihadapi oleh masyarakat sipil pada dirinya juga cukup besar. Studi ini menemukan bahwa sumberdaya OMS masih sangat terbatas, akuntabilitas dan transparasi OMS masih sangat lemah. OMS juga tidak terbebas dari korupsi, hubungan dengan negara dan terutama dengan sektor swasta belum positif, serta kepercayaan terhadap LSM dan serikat buruh yang masih rendah.


Menurut hemat penulis ketiga dimensi yang lemah, lingkungan, struktur dan dampak, sesungguhnya saling berkaitan satu dengan yang lain. Keadaan ekonomi Indonesia yang masih sulit dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, tercermin pada kurangnya sumber daya yang dimiliki masyarakat sipil. Ketiadaan sumberdaya menyebabkan keberadaan masyarakat sipil tidak terlalu berhasil dalam memenuhi kebutuhan masyarakat miskin dan kaum marginal lainnya.


Cukup menarik pula untuk mengomentari dimensi nilai yang paling tinggi dihargai oleh NAG. Terkesan bahwa kita sebagai pemangku kepentingan mempunyai kecenderungan menilai lebih tinggi nilai-nilai yang dianut, dipraktekkan dan diperjuangkan masyarakat sipil. Ini dilandasi oleh gagasan bahwa masyarakat sipil sebagai civilized society yang ditujukan untuk mencapai kebaikan bersama (public good) yang secara otomatis mengandung nilai-nilai kewargaan yang positif. Akan tetapi, nilai-nilai masyarakat sipil yang “kuat� jika tidak didukung oleh nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat secara keseluruhan, termasuk pemerintah; maka juga tidak banyak ruang bagi masyarakat sipil untuk mempengaruhi struktur masyarakat. Sudah sejak lama masyarakat sipil khususnya organisasi non-pemerintah dibangun dengan bantuan dari luar negeri sehingga dapat terjadi bahwa nilai-nilai maupun tujuan-tujuan yang ingin dicapai tidak sesuai dengan basis domestiknya seperti rakyat dan pemerintah. Oleh karena itu mungkin dapat difahami mengapa masyarakat sipil khususnya Ornop yang dikenal sebagai pelopor pembaharuan dan demokrasi justeru banyak dikecam sebagai alat kepentingan asing. Perbedaan nilai-nilai dan juga fenomena Ornop dan Serikat buruh yang mempunyai karakteristik perkotaan menyebabkan tidak banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan sehingga kepercayaan masyarakat terhadap mereka rendah.


Oleh karena itu perbaikan pada dimensi lingkungan, struktur dan dampak merupakan kunci bagi perkembangan masa depan masyarakat sipil. Perhatian perlu diberikan pada upaya menggalang sumberdaya domestik seperti dari anggota, publik, pemerintah dan swasta untuk memperkuat sumberdaya dan kapasitas masyarakat sipil. Upaya memberantas korupsi, penegakan hukum serta reformasi birokrasi negara perlu terus digalakkan agar negara lebih efektif dan birokrasi benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Kepercayaan publik kepada masyarakat sipil khususnya LSM dan serikat buruh perlu terus ditingkatkan. Ini akan terjadi apabila masyarakat sipil Indonesia lebih mampu menjangkau kepentingan kelompok-kelompok sosial yang terpinggirkan termasuk kaum buruh serta mampu memberikan sumbangan yang efektif dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok warganegara. Juga OMS perlu meningkatkan pemantauannya terhadap perilaku perusahaan swasta agar lebih akuntabel dan transparan dalam kegiatannya serta benar-benar menjalankan tanggungjawab sosialnya.


Meskipun sejak reformasi dianggap sebagai “era kebangkitan masyarakat sipil di Indonesia�, kelihatannya masih jauh perjalanan untuk mencapai kondisi ideal yang diharapkan. Dan OMS Indonesia perlu merumuskan agenda dan strategi bersama untuk mencapainya. Semoga!!!


Oleh: Rustam Ibrahim