Selasa, 07 Oktober 2008

SELAMATKAN INDONESIA !

Sejarah adalah kontinuitas antara masa lampau, masa sekarang dan masa depan. “Barang siapa memiliki masa sekarang yang lebih bagus dari masa lalunya, ia tergolong orang yang beruntung; bila masa sekarangya sama dengan masa lalunya, ia termasuk orang yang merugi; bila masa sekarangnya lebih buruk dari masa lampaunya, ia tergolong orang yang bangkrut.” Mengutip apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW mengenai pentingnya kesadaran sejarah, Amien Rais berharap Indonesia tidak termasuk bangsa yang bangkrut, sekalipun belum menjadi bangsa yang beruntung.

Dalam kesempatan memberikan kuliah umum yang diselenggarakan oleh keluarga alumni universitas gadjah mada (KUGAMA) di Hotel Permata Krakatau Cilegon Selasa (8/7) lalu, Amien mencermati bahwa apa yang dirasakan dan disaksikan dewasa ini pada hakekatnya dalam banyak hal merupakan pengulangan sejarah kolonial. Bangkitnya imperialisme ekonomi yang dilancarkan negara-negara Barat, negara-negara eks kolonialis, lewat apa yang dinamakan globalisasi dengan tiga institusi pilarnya seperti IMF, Bank Dunia dan WTO mengingatkan kita akan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) dan Pemerintah Belandanya yang mulai menjajah dengan menguasai kepulauan dan menguras hasil buminya terutama rempah-rempah dan perkebunan Indonesia.

Didampingi Alfitra Salam sebagai moderator, Amien mencoba menyampaikan bahwa di awal abad 20 ini telah terjadi fenomena korporatokrasi sistem global yang ditentukan oleh korporasi. Bagaimana mereka membangun kekuatan politik pemerintah, lingkaran militer, perbankan dan keuangan internasional, media massa dan kelompok intelektual prokemapanan untuk menerobos negara-negara berkembang dengan bantuan elite nasionalnya yang bersedia menjadi komprador atau pelayan kepentingan korporatokrasi.

Hal ini tak ubahnya dengan apa yang dilakukan VOC yang telah menjadi “perusahaan swasta” terbesar di dunia dengan kekayaan yang demikian dahsyat untuk ukuran jaman itu dengan membangun kerjasama korporatokratik dari tiga pilar utamanya yakni VOC sendiri sebagai korporasi raksasa, kekuatan politik Pemerintah Belanda dan kekuatan militer Belanda yang selalu siap untuk menggebuk setiap rintangan yang dihadapi VOC.

Sejarah mencatat korporasi dulu dan sekarang bisa masuk ke Indonesia karena ada elit nasional yang membuka pintu. Sebagai misal Amangkurat I dan II yang menggantikan Sultan Agung sebagai raja Mataram justru mempermudah jatuhnya sebagian wilayah Jawa Barat ke tangan VOC. Ketika Amangkurat II diganti oleh Pemerintah Belanda dengan Pamannya, Pakubuwono I, konsesi tanah yang lebih luas lagi diberikan pada Pemerintah Belanda. Kerajaan Mataram terus mengkerut kecil, seluruh pulau Jawa telah jatuh ke tangan Belanda, kecuali daerah Jogjakarta dan Surakarta, itupun dipecah menjadi dua kerajaan, kesultanan dan kasunanan.

Berdasarkan perjalanan sejarah, pada dasarnya kekuatan-kekuatan korporatokrasi di awal abad 21 ini tidak mudah, bahkan mustahil dengan gampang bisa mengacak-acak kedaulatan ekonomi bangsa Indonesia bila elit nasionalnya tidak membungkuk bahkan mungkin tiarap di depan berbagai korporasi internasional itu. Membongkar mentalitas inlander yang sudah melekat itulah yang saat ini dirasakan sangat sulit. Amien mencontohkan, banyak pemimpin bangsa yang ‘‘ketakutan’’ dan merasa panas dingin karena Presiden Bush akan mampir ke Indonesia di akhir 2006. Pengamanan yang diberikan kepada Presiden AS yang dinegerinya sendiri sudah tidak populer itu sungguh berlebih dan sekaligus agak memalukan. Tidak ada negara manapun di dunia yang menyambut Presiden Bush seperti maharaja diraja, kecuali Indonesia di masa kepemimpinan Susilo B. Yudhoyono. Seolah Indonesia telah menjadi vazal atau negara protektorat A.S.

Dalam sambutannya Suripno mengatakan, tema “Selamatkan Indonesia!” dalam kuliah umum KAGAMA ini diambil dari judul buku terbaru karya Amien Rais yang menawarkan agenda yang perlu dikerjakan bersama oleh bangsa ini. Buku ini mengingatkan kita bahwa dalam banyak hal apa yang dialami bangsa dalam beberapa dasawarsa terakhir ini sesungguhnya merupakan pengulangan belaka dari apa yang kita alami pada zaman penjajahan kompeni dan pemerintahan Belanda dimasa lalu. Perbedaan antara tempo doeloe dengan masa sekarang hanyalah dalam bentuk atau format belaka. Dahulu pendudukan fisik dan militer Belanda menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan kemerdekaan, kemandirian dan kedaulatan politik, ekonomi, sosial, hukum dan pertahanan. Sedangkan sekarang ini pendudukan fisik dan militer asing itu secara resmi sudah tidak ada dan tidak kelihatan. Tetapi sebagai bangsa kita telah kehilangan kemandirian, dan sampai batas yang cukup jauh, kita juga sudah kehilangan kedaulatan ekonomi. Dalam banyak hal, bangsa Indonesia tetap tergantung dan menggantungkan diri pada kekuatan asing.

Dalam buku ini Amien mencoba mencari jawaban atas masalah besar yang senantiasa dihadapi oleh bangsa ini; kemiskinan, terbelakang dan tercecer dalam derap kemajuan bangsa-bangsa lain. Suatu bangsa dan pemerintah yang sudah kehilangan kemandirian, tidak akan bisa lagi membedakan antara patron dan klien, antara majikan dan pelayan, dan antara tuan dan budak. Amien mencoba membedah masalah mendasar bangsa, agar kita tidak terus menerus terjebak dalam kesemrawutan mental dan akan seakan bingung tentang jati diri kita sendiri: Jati diri sebagai bagsa yang besar, merdeka, berdaulat, mandiri dan mampu menentukan nasib sendiri tanpa bergantung pada bangsa lain atau kekuatan asing.

Bangsa yang bijak adalah bangsa yang yang bisa melihat perjalanan bangsa lain untuk menjadi pelajaran. Banyak negara yang sukses memukul balik gelombang globalisasi dan politik seperti Iran, India, China, Malaysia, Argentina, Venezuela, Bolivia dan lain sebagainya. Negara-negara yang bermartabat ini berhasil menjadi tuan rumah di negeri sendiri, berkat sukses melakukan dekolonisasi mental dan sukses membangun sistem sosial, ekonomi dan politik yang lebih kurang mandiri, merdeka dan berdaulat.

Selain mengkritisi, secara Fair Amien juga memberikan apresiasi beberapa keberhasilan pemerintahan yang sekarang. Sebut saja perdamaian di Aceh Nanggroe Darussalam, stabilitas politik nasional dapat dikatakan relatif tidak ada gerakan-gerakan yang termasuk kategori “pemberontakan” terhadap NKRI, perang terhadap illegal logging, narkoba dan perjudian mulai menampakkan hasil awal yang cukup menjanjikan, citra politik Indonesia sebagai negara yang cepat belajar dan melaksanakan demokrasi cukup bagus dipanggung internasional dan pelaksanaan HAM yang relatif baik.

Namun Amien menunjuk kelemahan fundamental yang diderita oleh pemerintahan sekarang adalah makin menjulangnya korupsi yang paling berbahaya, yaitu korupsi yang telah menyandera negara, akibat tekanan kekuatan korporatokrasi yang memang cukup dahsyat, sehingga bangsa ini seperti kehilangan harapan untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan, pengangguran, dan keterbelakangan tanpa ujung.

Melalui bukunya Amien juga menawarkan banyak gagasan sebagai solusi bangsa ini, seperti misalnya harus ada turun mesin kepemimpinan dan keberanian untuk menyelamatkan sumber daya alam ini yang terus dijadikan kenduri massal oleh bangsa asing. Salah satu diantaranya adalah dengan melakukan negoisasi ulang kontrak karya dengan perusahaan-perusaha an asing yang bercokol di negeri ini. Amien mencontohkan keberanian pemerintah Bolivia untuk untuk mengaudit investasi dan keuntungan semua perusahaan migas asing dinegaranya untuk menentukan pajak, jumlah royalti dan ketentuan operasi di masa depan. Dan migas hanya boleh diekspor setelah kebutuhan domestik dipenuhi. Pemerintah membuat kontrak baru secara sepihak dan memberikan waktu enam bulan kepada perusahaan asing untuk mempelajarinya, bila tidak setuju dipersilahkan meninggalkan Bolivia. Dan apa yang terjadi, sehari sebelum batas waktu yang ditentukan, semua korporasi asing yang telah beroperasi di Bolivia memilih tunduk pada kemauan pemerintah yang hakikatnya kemauan rakyat Bolivia. Amien mengatakan, jika pemerintah kita berani meniru langkah tersebut maka akan mendapatkan keuntungan berpuluh-puluh milyar dolar AS lebih banyak per tahunnya. *** (Wira)

www.friendster. com/bantenmudama gazine